Bahwa Tugas dan Kewenangan di bidang Pidana Umum sebagaimana ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menyatakan :
”Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : melakukan penuntutan; melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana, pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik”
Dan dalam pasal 30 C huruf c menyatakan :
“turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya”
Serta pasal 30 C huruf d menyatakan :
“melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan pidana pengganti serta restitusi”.
Kejaksaan Republik Indonesia merupakan Lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, dalam hal tersebut harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kejahatan berupa apapun harus dapat ditindaklanjuti berupa hukuman atau berupa penyelesaian di luar pengadilan (mediasi penal) atau dapat juga disebut dengan istilah restoratif justice atau keadilan restoratif sebagaimana yang telah diupayakan oleh pemerintah dalam hal ini adalah pengadilan.
Penyelesaian perkara pidana harus mengedapankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban serta pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan yang merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem dalam peradilan pidana.