Secara normatif, politik hukum nasional mendefenisikan keadilan restoratif sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (vide Pasal 1 angka 6 UU SPPA). Meskipun penerapan keadilan restoratif yang murni seharusnya diterapkan di luar sistem peradilan pidana, namun dalam konteks sistem peradilan pidana, keadilan restoratif dapat diterapkan pada semua tahapan. Mulai dari tahap pra ajudikasi (penyelidikan-penyidikan- penuntutan), tahap ajudikasi (persidangan), sampai pada tahap purna ajudikasi (pemasyarakatan). Idealnya, penerapan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana dilakukan pada tahap pra ajudikasi karena sebagaimana defenisi keadilan restoratif berdasarkan politik hukum nasional, keadilan restoratif menekankan penyelesaian perkara di luar pengadilan ketimbang penyelesaian perkara melalui jalur pengadilan.